Dalam kehidupan umum,
mode busana muslimah yang tercantum dalam Al Qur’an adalah gabungan antara
pakaian bahagian atas iaitu tudung (hijab) (QS An Nuur: 31) dan pakaian bahagian
bawah yaitu jilbab (jubah) (QS Al Ahzab: 59).
Busana muslimah harus menutupi seluruh aurat wanita. Imam Abu Dawud meriwayatkan hadith yang bersumber dari penuturan Qatadah, bahawa Nabi saw bersabda: “Jika seorang anak perempuan telah mencapai balligh (sudah haidh), tidak patut terlihat dari dirinya selain wajah dan kedua telapak tangannya (sampai pergelangan tangannya)”.
Busana muslimah harus menutupi seluruh aurat wanita. Imam Abu Dawud meriwayatkan hadith yang bersumber dari penuturan Qatadah, bahawa Nabi saw bersabda: “Jika seorang anak perempuan telah mencapai balligh (sudah haidh), tidak patut terlihat dari dirinya selain wajah dan kedua telapak tangannya (sampai pergelangan tangannya)”.
Batasan
Tudung
1.Tidak boleh
nipis.
Imam Malik
meriwayatkan hadith dari Al Qomah dari ibunya yang berkata: “Hafshah binti Abdurrohman pernah datang kepada ‘Aisyah dengan
mengenakan tudung yang nipis, maka ‘Aisyah mengoyaknya lalu menggantinya dengan
tudung yang tebal”.
Bila nipis, maka harus diberi lapisan tebal dibawahnya. Diriwayatkan dari Dihya bin Khalifah lalu Al Kalbi ra yang berkata: Pernah Rasulullah saw diberi beberapa helai kain qibthi lalu beliau memberikan sehelai kepadaku. Beliau bersabda: “Koyaklah menjadi 2 lembar, lalu potong salah satu diantaranya menjadi baju. Bakinya berikan kepada isterimu untuk tudungnya”. Sewaktu Dihya pergi beliau saw bersabda: “Suruhlah isterimu membuat rangkapan kain tebal di bawah tudung itu agar tidak tampak warna kulitnya (kalau hanya kain qibthi yang tipis).
Bila nipis, maka harus diberi lapisan tebal dibawahnya. Diriwayatkan dari Dihya bin Khalifah lalu Al Kalbi ra yang berkata: Pernah Rasulullah saw diberi beberapa helai kain qibthi lalu beliau memberikan sehelai kepadaku. Beliau bersabda: “Koyaklah menjadi 2 lembar, lalu potong salah satu diantaranya menjadi baju. Bakinya berikan kepada isterimu untuk tudungnya”. Sewaktu Dihya pergi beliau saw bersabda: “Suruhlah isterimu membuat rangkapan kain tebal di bawah tudung itu agar tidak tampak warna kulitnya (kalau hanya kain qibthi yang tipis).
2. Menutupi juyuub
(dada)
Batas minimal panjang
tudung adalah menutupi juyuub. Juyuub bentuk jama’ dari jayb
(kerah pakaian yang terlipat dan terbuka disekitar leher dan di atas dada pada
pakaian). Panjangnya kira-kira 3 lubang kancing baju, sehingga pakaian bisa
dimasuki kepala perempuan ketika mengenakan pakaian itu. Allah
berfirman: “….Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudungnya di atas juyuubnya…” (QS An Nuur: 31)
Tudung harus menutupi kepala, rambut, 2 telinga, leher dan dada (juyuub). Karena perempuan yang telah mencapai balligh maka tidak boleh memperlihatkan seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya (sampai pergelangan tangannya). Beliau saw kemudian melilitkan kain tersebut dengan kedua tangannya kearah pelipis (kepalanya) hingga yang nampak hanya bagian wajahnya”.
Tudung harus menutupi kepala, rambut, 2 telinga, leher dan dada (juyuub). Karena perempuan yang telah mencapai balligh maka tidak boleh memperlihatkan seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya (sampai pergelangan tangannya). Beliau saw kemudian melilitkan kain tersebut dengan kedua tangannya kearah pelipis (kepalanya) hingga yang nampak hanya bagian wajahnya”.
Batasan Jilbab
(jubah)
Jilbab adalah pakaian
muslimah untuk keluar rumah. Allah berfirman:
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu
dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. ”. (QS Al Ahzab:
59)
1.Jilbab untuk menutupi pakaian rumah (2
lapis)
Hadits dari
Ummu ‘Athiyah yang berkata: “Rasulullah saw telah
memerintahkan kepada kami untuk keluar (menuju lapangan) pada saat Hari Raya
Idhul Fithri dan Idhul Adha, baik perempuan tua, yang sedang haid, maupun
perawan. Perempuan yang sedang haid menjauh dari kerumunan orang yang
solat, tetapi mereka menyaksikan kebaikan dan seruan yang ditujukan kepada kaum
muslim. Aku lantas berkata: “Ya Rasulullah saw,
salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab”. Beliau
bersabda: “Hendaklah salah seorang saudaranya
meminjamkan jilbabnya”.
Ketika Ummu
Athiyah bertanya tentang seseorang yang tidak punya jilbab, tentu perempuan itu
bukan dalam keadaan telanjang, melainkan dalam keadaan memakai pakaian yang
biasa dipakai di dalam rumah (mihnah), yang tidak boleh dipakai untuk keluar
rumah. Lapisan diluar ialah jilbab itu sendiri, manakala lapisan dalam ialah
pakaian harian di rumah.
Terdapat
riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menyatakan bahwa jilbab adalah kain luar yang
berfungsi untuk menutupi pakaian keseharian (di dalam rumah), yang menutupi
seluruh tubuh wanita dari atas sampai bawah (leher sampai kaki iaitu
jubah)
2.Berbentuk satu potong terusan (bukan 2
potong).
Dalam
bahasa harian, ada yang memanggilnya jubah. Allah SWT
berfirman:
“…Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka)” (QS Al Ahzab: 59). Menurut Ali Manshur Nashif dalam
kitab At Taaj Al Jaami’ Lil Ushulil fii Ahadits Ar Rasul, “jalaabibihinna” (dalam QS Al Ahzab: 59) adalah bentuk jamak dari
jilbaab yang artinya pakaian perempuan yang dipakai di luar kerudung atau baju
gamis yang berfungsi menutupi seluruh tubuh. Menurut kamus Munawir
dan Al Ma’louf, jilbab diartikan jubah.
3.Berukuran luas atau
lebar.
Al Jawhari
dari kamus Ash Shahhab menyatakan: “Jilbab adalah kain
panjang dan longgar (milhafah). Kamus Al Muhith menyatakan:
“Jilbab itu laksana terowongan (sirdab) atau lorong
(sinmar), yakni pakaian yang longgar bagi perempuan yang dapat menutupi pakaian
keseharian (pakaian rumah)”.
4. Tidak boleh transparan, menutupi warna kulit dan
menyembunyikan bentuk tubuh.
Usamah telah
memberikan kain qibthiyah (jenis kain yang tipis) untuk pakaian isterinya.
Rasulullah saw bersabda: “Suruhlah isterimu untuk
mengenakan kain pelapis (puring) lagi dibagian dalamnya, karena sesungguhnya aku
khawatir kalau sampai lekuk tubuhnya tampak (terlihat warna
kulitnya)”.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: “Perempuan yang mengenakan pakaian yang transparan, yang menyimpang dari hak dan mendorong suaminya menyimpang dari kebenaran, tidak akan masuk syurga, bahkan tidak dapat mencium baunya, sedang bau surga itu dapat ditemui dari jarak lima ratus tahun”.
5.Tidak boleh menjolok mata atau menarik perhatian.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: “Perempuan yang mengenakan pakaian yang transparan, yang menyimpang dari hak dan mendorong suaminya menyimpang dari kebenaran, tidak akan masuk syurga, bahkan tidak dapat mencium baunya, sedang bau surga itu dapat ditemui dari jarak lima ratus tahun”.
5.Tidak boleh menjolok mata atau menarik perhatian.
Rasulullah saw
bersabda: “Barangsiapa yang berpakaian untuk
berbangga-bangga (pamer), maka di hari akhir Allah akan memakaikan kepadanya
pakaian kehinaan, kemudian membakarnya
bersamanya”.
6.Tidak menyerupai pakaian orang kafir.
6.Tidak menyerupai pakaian orang kafir.
Rasulullah saw
bersabda: “Barangsiapa meniru atau menyerupai cara hidup
suatu kaum, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka”. “Barangsiapa yang
meniru cara hidup orang musyrik hingga matinya, maka dia akan dibangkitkan di
hari akhir bersama-sama mereka”.
7. Tidak menyerupai pakaian lelaki.
7. Tidak menyerupai pakaian lelaki.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw melaknat laki-laki yang memakai pakaian perempuan
dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki”.
8. Diulurkan ke bawah sampai menutupi kedua kakinya (irkha’).
8. Diulurkan ke bawah sampai menutupi kedua kakinya (irkha’).
Allah
berfirman: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbab atas
diri mereka” (QS Al Ahzab: 59). Ibnu Umar menuturkan: “Rasulullah
saw bersabda: “Siapa saja yang mengulurkan pakaiannya
karena sombong, Allah tidak akan memandangnya pada hari
kiamat”. Ummu Salamah bertanya: “Apa yang
harus dilakukan perempuan terhadap ujung bawah pakaiannya?” Rasulullah
menjawab: “Hendaklah diulurkan sejengkal”.
Ummu Salamah berkata lagi: “Kalau sudah begitu kedua kakinya
masih tampak?”. Rasulullah menjawab: “Hendaklah
diulurkan sehasta dan jangan ditambah”. Riwayat Imam Turmudzi
dan Imam Thabrani mengatakan: “Sesungguhnya Nabi saw
pernah mengukur satu jengkal buat Siti Fathimah dimulai dari kedua mata kakinya,
kemudian beliau bersabda: “Inilah ujung kain seorang
perempuan”.
Dalil-dalil di
atas jelas menunjukkan, pemaikaian jilbab (jubah) adalah datangnya dari nas yang
amat jelas iaitu AlQuran dan juga as sunnah. Ianya adalah mode pakaian
orang-orang mukmin, pakaian sunnah ummul mukminin dan pakaian sunnah
wanita-wanita di zaman Rasulullah saw. Ianya bukan pakaian budaya Arab yang
disangka oleh kebanyakan kita.
Andainya kita
tidak mahu mamakai jubah, pakailah pakaian yang menurut panduan syariat seperti
tidak nipis, menyembunyikan warna kulit dan bentuk tubuh, longgar dan memakai
warna dan corak baju yang tidak menarik perhatian lelaki, juga tidak boleh
menyerupai pakaian lelaki atau orang kafir.
Sumber : Suara
Islam Online
No comments:
Post a Comment