Qs 17:36
وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ
وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا
Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggungan jawabnya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
Merujuk
pada Ayat dan hadits di atas, maka alangkah baiknya kalau kita
seharusnya tabayun (kroscek) dahulu asal muasal dari perayaan tahun baru
masehi.
Kenapa harus 1 Januari? Dan budaya dari kaum apakah perayaan tersebut?
Hal itu dimaksudkan agar kita tidak terjebak oleh ketidaktahuan kita yang akan menyebabkan kita terlempar ke dalam kesesatan.
Sejarah Tahun Baru 1 Januari
Mari kita buka The World Book Encyclopedia tahun 1984, volume 14, halaman 237.
“The Roman ruler Julius Caesar established January 1 as New Year’s Day in 46 BC. The Romans dedicated this day to Janus , the god of gates, doors, and beginnings. The month of January was named after Janus, who had two faces – one looking forward and the other looking backward.”
terjemahan bebasnya kurang lebih begini :
“Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke 46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah – sebuah wajahnya menghadap ke (masa) depan dan sebuahnya lagi menghadap ke (masa) lalu.”,
Perayaan Tahun di beberapa Negara terkait dengan Ritual Keagamaan
Bulan
Januari (bulannya Janus) juga ditetapkan setelah Desember dikarenakan
Desember adalah pusat Winter Soltice, yaitu hari-hari dimana kaum pagan
penyembah Matahari merayakan ritual mereka saat musim dingin.
Pertengahan Winter Soltice jatuh pada tanggal 25 Desember, dan inilah
salah satu dari sekian banyak pengaruh Pagan pada budaya kristen selain
penggunaan lambang Salib Tanggal 1 Januari sendiri adalah seminggu
setelah pertengahan Winter Soltice, yang juga termasuk dalam bagian
ritual dan perayaan Winter Soltice dalam Paganisme.
tradisi
perayaan tahun baru di beberapa negara terkait dengan ritual keagamaan
atau kepercayaan mereka—yang tentu saja sangat bertentangan dengan
Islam. Contohnya di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari,
orang-orang Brazil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih
bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan
semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang dewa
Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brazil.
Seperti
halnya di Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah
potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan,
mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar
Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari
diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan
yang satu lagi menghadap ke belakang).
Sosok dewa Janus dalam mitologi Romawi
Dewa
Janus sendiri adalah sesembahan kaum Pagan Romawi, dan pada peradaban
sebelumnya di Yunani telah disembah sosok yang sama bernama dewa
Chronos. Kaum Pagan, atau dalam bahasa kita disebut kaum kafir penyembah
berhala, hingga kini biasa memasukkan budaya mereka ke dalam budaya
kaum lainnya, sehingga terkadang tanpa sadar kita mengikuti mereka.
Sejarah pelestarian budaya Pagan (penyembahan berhala) sudah ada
semenjak zaman Hermaic (3600 SM) di Yunani
Kaum
Pagan sendiri biasa merayakan tahun baru mereka (atau Hari Janus)
dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api, dan bernyanyi
bersama. Kaum Pagan di beberapa tempat di Eropa juga menandainya dengan
memukul lonceng atau meniup terompet.
Sedangkan
menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta
perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan
kekurangan pangan selama setahun penuh.
Bagi
orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa , tahun baru
masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih,
sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus
lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir
disebut tahun Masehi.
Bagi
orang Persia yang beragama Majūsî (penyembah api), menjadikan tanggal 1
Januari sebagai hari raya mereka yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus.
Penyebab
mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari raya adalah, ketika Raja
mereka, ‘Tumarat’ wafat, ia digantikan oleh seorang yang bernama
‘Jamsyad’, yang ketika dia naik tahta ia merubah namanya menjadi
‘Nairuz’ pada awal tahun. ‘Nairuz’ sendiri berarti tahun baru. Kaum
Majūsî juga meyakini, bahwa pada tahun baru itulah, Tuhan menciptakan
cahaya sehingga memiliki kedudukan tinggi.
Kisah perayaan mereka ini direkam dan diceritakan oleh al-Imâm an-Nawawî dalam bukuNihâyatul ‘Arob dan al-Muqrizî dalam al-Khuthoth wats Tsâr.
Di dalam perayaan itu, kaum Majūsî menyalakan api dan mengagungkannya
–karena mereka adalah penyembah api. Kemudian orang-orang berkumpul di
jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur baur antara lelaki dan
wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan khomr (minuman
keras). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam.
Orang-orang yang tidak turut serta merayakan hari Nairuz ini, mereka
siram dengan air bercampur kotoran. Semuanya dirayakan dengan kefasikan
dan kerusakan.
Bagaimana sikap kita?
Setelah
kita mengetahui bahwa tradisi Perayaan 1 januari merupakan Perayaan
yang terkait dengan ritual keagamaan dan budaya dari kufar ,dan adanya
larangan untuk menyerupai sebuah kaum.
maka sebaiknya kita tidak perlu ikut ikutan merayakannya apalagi meniru budaya dari kaum kufar.
semoga kita semua senantiasa ingat Firman Allah ini :
وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ
وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا
Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggungan jawabnya
hadîts yang melarang menyepakati perayaan kaum kuffâr banyak sekali. Diantaranya adalah :
عن
أنس بن مالك – رضي الله عنه – قال: قدم رسول الله – صلى الله عليه وسلم –
المدينة، ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال: ما هذان اليومان، قالوا: كنا نلعب
فيهما في الجاهلية. فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم –: (إن الله قد
أبدلكم بهما خيراً منهما، يوم الأضحى، ويوم الفطر)
Dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ’anhu beliau berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alahi wa Sallamtiba
di Madînah dan mereka memiliki dua hari yang mereka bermain-main di
dalamnya. Lantas beliau bertanya, ”dua hari apa ini?”. Mereka menjawab,
”Hari dahulu kami bermain-main di masa jahiliyah.” Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam mengatakan
: ”Sesungguhnya Allôh telah menggantikan kedua hari itu dengan dua hari
yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari idul adhhâ dan idul fithri.” [Shahîh riwayat Imâm Ahmad, Abū Dâwud, an-Nasâ`î dan al-Hâkim.]
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullâhu berkata :
فوجه
الدلالة أن اليومين الجاهليين لم يقرهما رسول الله – صلى الله عليه وسلم –
ولا تركهم يلعبون فيهما على العادة، بل قال إن الله قد أبدلكم بهما يومين
آخرين، والإبدال من الشيء يقتضي ترك المبدل منه، إذ لا يجمع بين البدل
والمبدل منه.
”Sisi pendalilan hadîts di atas adalah, bahwa dua hari raya jahiliyah tersebut tidak disetujui oleh Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam dan
Rasūlullâh tidak meninggalkan (memperbolehkan) mereka bermain-main di
dalamnya sebagaimana biasanya. Namun beliau menyatakan bahwa
sesungguhnya Allôh telah mengganti kedua hari itu dengan dua hari raya
lainnya. Penggantian suatu hal mengharuskan untuk meninggalkan sesuatu
yang diganti, karena suatu yang mengganti dan yang diganti tidak akan
bisa bersatu.”
Adapun âtsar sahabat dan ulama salaf dalam masalah ini, sangatlah banyak. Diantaranya adalah ucapan ’Umar radhiyallâhu ’anhu, beliau berkata :
اجتنبوا أعداء الله في عيدهم
”Jauhilah hari-hari perayaan musuh-musuh Allôh.” [Sunan al-Baihaqî IX/234].
’Abdullâh bin ’Amr radhiyallâhu ’anhumâ berkata :
من بنى ببلاد الأعاجم وصنع نيروزهم ومهرجانهم ، وتشبه بهم حتى يموت وهو كذلك حُشِر معهم يوم القيامة
”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kâfir, meramaikan peringatan hari rayanairuz (tahun
baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal
dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di
hari kiamat.” [Sunan al-Baihaqî IX/234].
Imâm Muhammad bin Sîrîn berkata :
: أُتي على -رضي الله عنه- بهدية النيروز. فقال : ما هذا ؟ قالوا : يا أمير
المؤمنين هذا يوم النيروز . قال : فاصنعوا كل يوم فيروزاً . قال أسامة :
كره أن يقول : نيروز
’’Alî radhiyallâhu ’anhu diberi
hadiah peringatan Nairuz (Tahun Baru), lantas beliau berkata : ”apa
ini?”. Mereka menjawab, ”wahai Amîrul Mu’minîn, sekarang adalah hari
raya Nairuz.” ’Alî menjawab, ”Jadikanlah setiap hari kalian Fairuz.” Usâmah berkata : Beliau (’Alî mengatakan Fairuz karena) membenci mengatakan ”Nairuz”. [Sunan al-Baihaqî IX/234].
Imâm Baihaqî memberikan komentar :
وفي هذا الكراهة لتخصيص يوم بذلك لم يجعله الشرع مخصوصاً به
”Ucapan
(’Alî) ini menunjukkan bahwa beliau membenci mengkhususkan hari itu
sebagai hari raya karena tidak ada syariat yang mengkhususkannya.”
Apabila
demikian ini sikap manusia-manusia terbaik, lantas mengapa kita lebih
menerima pendapat dan ucapan orang-orang yang jâhil dan mengikuti budaya
kaum kuffâr daripada ucapan para sahabat yang mulia ini.
Hari Raya Kita Adalah Idul Fithri dan Idul Adhhâ serta Jum’at
Di dalam hadîts yang diriwayatkan oleh Ummul Mu’minîn, ’Â`isyah ash-Shiddîqah binti ash-Shiddîq radhiyallâhu ’anhumâ, beliau menceritakan bahwa ayahanda beliau, Abū Bakrradhiyallâhu ’anhu mengunjungi Rasūlullâh. Kemudian Abū Bakr mendengar dua gadis jâriyahmenyanyi dan mengingkarinya. Mendengar hal ini, Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallambersabda :
يا أبا بكر ! إن لكل قوم عيداً وإن عيدنا هذا اليوم
”Wahai Abū Bakr, sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai hari raya dan hari raya kita adalah pada hari ini.” [HR Bukhârî].
Dari hadîts di atas, ada dua hal yang bisa kita petik :
Pertama, sabda Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam : ”Sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai hari raya” menunjukkan bahwa setiap kaum itu memiliki hari raya sendiri-sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allôh Ta’âlâ :
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجاً
”Untuk tiap-tiap (ummat) diantara kalian ada aturan dan jalannya yang terang (tersendiri).” [QS al-Mâ`idah : 48].
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allôh memberikan aturan dan jalan sendiri-sendiri secara khusus. Kata Lâm (لِ) pada kata Likullin (لِكُلٍّ) menunjukkan makna ikhtishâsh (pengkhususan).
Apabila orang Yahūdi memiliki hari raya dan orang Nashrâni juga
memiliki hari raya, maka hari-hari raya itu adalah khusus bagi mereka
dan tidak boleh bagi kita, kaum muslimin, ikut turut serta dalam
perayaan mereka, sebagaimana kita tidak boleh ikut dalam aturan dan
jalan mereka.
Kedua, sabda Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam : وإن عيدنا هذا اليوم (Dan hari raya kita adalah pada hari ini”), dalam bentuk ma’rifah (definitif) dengan lâm dan idhâfah menunjukkan hasyr(pembatasan),
yaitu bahwa jenis hari raya kita dibatasi hanya pada hari itu. Dan hari
tersebut di sini masuk pada cakupan hari raya ’îdul Fithri dan ’îdul
Adhhâ, seperti dalam perkataan para ulama fikih :
لا يجوز صوم يوم العيد
”Tidak boleh berpuasa pada hari raya”.
Maka maksudnya tentu saja, tidak boleh berpuasa pada dua hari raya ’Idul Fithri dan ’Idul Adhhâ.
Dalîl lainnya adalah hadîts Anas bin Mâlik :
عن أنس بن مالك – رضي الله عنه – قال: قدم رسول الله – صلى الله عليه وسلم –
المدينة، ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال: ما هذان اليومان، قالوا: كنا
نلعب فيهما في الجاهلية. فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم –: (إن الله
قد أبدلكم بهما خيراً منهما، يوم الأضحى، ويوم الفطر)
Dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ’anhu beliau berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alahi wa Sallamtiba
di Madînah dan mereka memiliki dua hari yang mereka bermain-main di
dalamnya. Lantas beliau bertanya, ”dua hari apa ini?”. Mereka menjawab,
”Hari dahulu kami bermain-main di masa jahiliyah.” Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam mengatakan
: ”Sesungguhnya Allôh telah menggantikan kedua hari itu dengan dua hari
yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari idul adhhâ dan idul fithri.” [Shahîh riwayat Imâm Ahmad, Abū Dâwud, an-Nasâ`î dan al-Hâkim.]
Adapun
Jum’at, maka termasuk hari raya kaum muslimin yang berulang-ulang dalam
tiap pekannya. Sehingga dengannya telah cukup bagi kita dan tidak
mencari hari-hari perayaan lainnya. Dalîl hal ini adalah, sabda Nabî
yang mulia Shallâllâhu ’alahi wa Sallam :
أضل
الله عن الجمعة من كان قبلنا ، فكان لليهود يوم السبت، وكان للنصارى يوم
الأحد فجاء الله بنا، فهدانا الله ليوم الجمعة، فجعل الجمعة والسبت والأحد ،
وكذلك هم تبع لنا يوم القيامة، نحن الآخرون من أهل الدنيا ، والأولون يوم
القيامة، المقتضي لهم
”Alloh
simpangkan dari hari Jum’at umat sebelum kita, dahulu Yahudi memiliki
(hari agung) pada hari Sabtu dan Nashrani pada hari Ahad. Kemudian Allôh
datangkan kita dan Alloh anugerahi kita dengan hari Jum’at, lantas
Alloh jadikan hari Jum’at, Sabtu dan Ahad. Demikianlah, mereka adalah
kaum yang akan mengekor kepada kita pada hari kiamat sedangkan kita
adalah umat yang terakhir dari para penduduk dunia namun umat yang awal
pada hari kiamat, yang diadili (pertama kali) sebelum makhluk-makhluk
lainnya. [HR Muslim]
Dari Ibnu ’Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salambersabda :
إن هذا يوم عيد جعله الله للمسلمين فمن جاء الجمعة فليغتسل…
”Sesungguhnya
hari ini adalah hari ’Ied yang Alloh jadikan bagi kaum Muslimin,
barangsiapa yang mendapati hari Jum’at hendaknya ia mandi…” [HR Ibnu Majah dalam Shahih at-Targhib I/298].
Semoga setelah membaca tulisan in,kita bisa menentukan sikap dalam menyikapi perayaan 1 januari sebagai tahun baru.
dan
sikap kita bukan atas dasar sekedar ikut ikutan , tetapi pilihan kita
adalah yang berdasarkan pengetahuan. karena kita sadar betul bahwa
semuanya akan dimintai pertanggungan jawab di Yaumil Hisab kelak.
No comments:
Post a Comment